Sabtu, 09 Juli 2011

Tentang Guru Itu . . . [part II]

Cerita Sebelumnya : Kami berempat disuruh keluar dari kelas dan mengerjakan tugas di ruang guru sebagai hukuman.

01 Juni 2011

Keesokan harinya, sekolah berjalan lancar seperti biasa. Tapi kayaknya hari itu nggak full pelajaran deh (agak lupa). Waktu itu saya yang entah darimana baru aja masuk ke kelas, langsung dikejutkan dengan berita dari teman-teman sekelas yang bilang kalau "Saya, Aviv, Myra, dan Anin dipanggil sama guru Bahasa Indonesia kami yang tercinta itu" *huaaaahaaaahaaa
:mBerangan:

Waktu itu Anin yang lagi di kelas langsung siap-siap. Eh, kebetulan Myra lagi di depan kelas, langsung deh kami bertiga melaju mencari si Aviv yang nggak tahu hilang ke mana. Kami bertiga mulai panik. Saya pikir hukuman kemarin itu sudah menjadi akhir permasalahan, eeehhhh masih dipanjang-panjangin lagi toh.
:mNo:

Kami nyariin Aviv, sampai akhirnya di depan sekolah ketemu sama salah satu temen yang barusan dari fotocopy-an depan sekolah.

Saya : "Eh, Apip di sana gak?"
Dia : "Aviv? Iya..iya..."

Huaaah, legaaa....
Kami bertiga pun memboyong Aviv yang waktu itu lagi nganterin Rochma (Rochma jadi sendirian deh). Hahahaaa.

Perjuangan belum berakhir...
Katanya dipanggil di ruang guru, kami berempat celingukan di depan ruang guru tapi sama sekali nggak melihat wajah beliau. Desperate tingkat tinggi dah. Kami pun balik lagi ke depan kelas. Berunding bentar.

Lanjut jalan ke arah barat, belok kanan.
Ruang BP : nggak ada

Lanjut jalan ke utara
Perpus : nggak ada

Ke utara terus, belok ke timur dan kami berhenti di depan ruang guru lagi.
Dari kejauhan, kami melihat sosok itu. Guru kami yang tercinta itu *huuuaaahahaha
Kami pun berusaha mendekat. Beliau sedang berada di ruang *ruang apa ya?*, yang jelas ada beberapa guru di sana yang sedang mengurus soal-soal semesteran. Awalnya kami berniat masuk ke ruang tersebut, tapi karena beliau sedang mengurus soal semesteran kami nggak jadi masuk deh karena merasa nggak enak. Kami pun menunggu di luar.

Dan akhirnya beliau keluar....
Tanpa berkata-kata kami berempat menghadap beliau, dan tampaknya beliau ingat betul siapa kami, dan apa yang kami lakukan tempo hari. Kami berempat menghadap selatan bersandar tembok, sementara beliau menghadap ke utara tepat di depan kami. Orang-orang berseliweran di depan kami, ada guru, ada kakak kelas, teman kami. Dan di sanalah kami mendapat ceramah. Cukup malu juga diceramahi di tempat ramai begitu.

Kemudian beliau berjalan ke ruang guru, kami mengikuti....
Beliau duduk, dan kami yang sedari tadi mengikuti langkah beliau berdiri menghadap beliau yang benar-benar terlihat marah.

Alasan beliau memanggil kami :
1. Kami yang harusnya tempo hari dihukum di ruang guru, tiadak menjalankan hukuman tersebut sebagaimana mestinya. Kami malah mengerjakan di depan ruang guru.

2. Saat bel pulang, kami langsung kembali ke kelas tanpa menunggu beliau kembali ke ruang guru. Intinya, kami tidak menemui beliau setelah hukuman itu usai.

Kami pun diam, Myra dan Aviv yang berdiri di dekat beliau berung kali meminta maaf. Tapi wajah beliau masih terlihat marah. Masih saja berceramah di depan kami yang saya rasa sudah paham apa kesalahan kami dan sudah meminta maaf berkali-kali. Beliau juga sempat berucap bahwa beliau berhak atas nilai kami (yaaaa...memang iya kok :p)
:mHantuk:

Saya pun terkejut melihat Aviv menangis sambil berkata, "Kami minta maaf Bu, kami tahu kami salah. Untuk hukumannya terserah Ibu, kalau memang nilai Bahasa Indonesia kami diturunkan ya nggak apa-apa bu, karena ini salah kami..."
Wuuuaaa, saya terkejut mendengar Aviv berbicara begitu. hahaaa

Nggak tahu kenapa setelah Aviv nangis, dahi beliau nggak berkerut lagi. Hahaa, saya pun sedikit lega. Beliau memaafkan kami, kami berempat bersalaman dengan beliau lalu keluar dari ruang guru yang dipenuhi guru-guru lain yang sedari tadi melihat kami.

Sempat saya dengar percakapan mereka...
X : "Kenapa tuh, kok pakai nangis segala?"
Y : "Ngerjain tugas lain di pelajaran B.Ind..."

Hmm...kami pun kembali ke kelas. Di perjalanan saya baru tahu kalau nangisnya Aviv tadi itu cuma acting. Hebaaat, saya beneran ngira dia nangis ! Ternyata itu cuma acting supaya guru kami itu luluh hatinya dan menghentikan ceramah panjangnya itu. Hahahaaa

Hukuman pun berakhir....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar